NILAI-NILAI KEIMANAN PESERTA DIDIK
Keberhasilan
menanamkan nilai-nilai rohaniah (keimanan dan ketakwaan pada Allah SWT.) dalam
diri peserta didik, terkait dengan satu faktor dari sistem pendidikan, yaitu
metode pendidikan yang dipergunakan pendidik dalam menyampaikan pesan-pesan
ilahiyah, sebab dengan metode yang tepat, materi pelajaran akan dengan mudah
dikuasai peserta didik. Dalam pendidikan Islam, perlu dipergunakan metode
pendidikan yang dapat melakukan pendekatan menyeluruh terhadap manusia,
meliputi dimensi jasmani dan rohani (lahiriah dan batiniah), walaupun tidak ada
satu jenis metode pendidikan yang paling sesuai mencapai tujuan dengan semua
keadaan.
Sebaik apapun tujuan pendidikan, jika tidak didukung oleh metode yang tepat,
tujuan tersebut sangat sulit untuk dapat tercapai dengan baik. Sebuah metode
akan mempengaruhi sampai tidaknya suatu informasi secara lengkap atau tidak.
Bahkan sering disebutkan cara atau metode kadang lebih penting daripada materi
itu sendiri (Atthoriqotu ahammu minal maadah). Oleh sebab itu pemilihan metode
pendidikan harus dilakukan secara cermat, disesuaikan dengan berbagai faktor
terkait, sehingga hasil pendidikan dapat memuaskan serta mencpai tujuan secara
sistematis dan tepat.
Rasulullah SAW. sejak awal sudah mencontohkan dalam mengimplementasikan metode
pendidikan yang tepat terhadap para sahabatnya. Strategi pembelajaran yang
beliau lakukan sangat akurat dalam menyampaikan ajaran Islam. Rasulullah SAW.
sangat memperhatikan situasi, kondisi dan karakter seseorang, sehingga
nilai-nilai Islami dapat ditransfer dengan baik. Rasulullah SAW. juga sangat
memahami naluri dan kondisi setiap pribadi orang, sehingga beliau mampu
menjadikan mereka suka cita, baik meterial maupun spiritual, beliau senantiasa
mengajak orang untuk mendekati Allah SWT. dan syari’at-Nya.
Tulisan ini akan menyajikan hadis-hadis Nabi saw. tentang metode pendidikan
dalam lingkup makro dan mikro, yang dilaksanakan Rasulullah SAW. Hadist-hadist
yang berimplikasikan pada metode pendidikan dalam lingkup makro, meliputi;
metode keteladanan, metode lemah lembut/kasih sayang, metode deduktif, metode
perumpamaan, metode kiasan, metode memberi kemudahan, metode perbandingan.
Metode pendidikan dalam lingkup mikro terdiri dari; metode tanya jawab, metode
pengulangan, metode demonstrasi, metode eksperimen, metode pemecahan masalah,
metode diskusi, metode pujian/memberi kegembiraan, metode pemberian hukuman.
Apa sih pengertian dari Metode Pendidikan itu sendiri ?.
Metode diibaratkan sebagai alat yang dapat digunakan dalam suatu proses
pencapaian tujuan. Tanpa metode, suatu materi pelajaran tidak akan dapat
berproses secara efektif dan efisien dalam kegiatan pembelajaran menuju tujuan
pendidikan.
Secara etimologi kata metode berasal dari bahasa Yunani yaitu meta yang berarti
”yang dilalui” dan hodos yang berarti ”jalan”, yakni jalan yang harus dilalui.
Jadi secara harfiah metode adalah cara yang tepat untuk melakukan sesuatu.
Sedangkan dalam bahasa Inggeris, disebut dengan method yang mengandung makna
metode dalam bahasa Indonesia. Dalam bahasa Arab, metode disebut dengan
tharīqah yang berarti jalan atau cara. Secara terminologi, para ahli memberikan
definisi yang beragam tentang metode, di antaranya pengertian yang dikemukakan
Surakhmad, bahwa metode adalah cara yang di dalam fungsinya merupakan alat untuk
mencapai tujuan.
Berdasarkan definisi yang dikemukakan para ahli mengenai pengertian metode
pendidikan, beberapa hal yang mesti ada dalam metode yaitu:
a. Melaksanakan aktivitas pembelajaran dengan penuh kesadaran dan tanggung
jawab;
b. Aktivitas tersebut memiliki cara yang baik dan tujuan tertentu;
c. Tujuan harus dicapai secara efektif.
Ada istilah lain dalam pendidikan yang mengandung makna berdekatan dengan
metode, yaitu pendekatan dan teknik/strategi, sebagai berikut:
Pendekatan (al-madkhal/approach).
Pendekatan yaitu sekumpulan pemahaman mengenai bahan pelajaran yang mengandung
prinsip-prinsip filosofis. Jadi pendekatan merupakan kebenaran umum yang
bersifat mutlak. Misalkan asumsi yang berhubungan dengan pembelajaran bahasa,
bahwa aspek menyimak dan percakapan harus diajarkan terlebih dahulu sebelum
aspek membaca dan menulis atau sebaliknya, sehingga dari asumsi tersebut
pendidik dapat menentukan metode yang tepat.
Teknik/strategi.
Teknik penyajian bahan pelajaran adalah penyajian yang dikuasai pendidik dalam
mengajar atau menyajikan bahan pelajaran kepada peserta didik di dalam kelas,
agar bahan pelajaran dapat dipahami dan digunakan dengan baik.
Teknik adalah pelaksanaan pengajaran di dalam kelas, yaitu penggunaan metode
yang didasarkan atas pendekatan terhadap materi pelajaran. Jadi teknik harus
sejalan dengan metode dan pendekatan. Misalkan dalam mengatasi masalah peserta
didik yang tidak dapat menyebutkan bunyi suatu huruf dengan tepat, pendidik
memintakan peserta didik untuk menirukan ucapannya.
Hadis-hadis Tentang Metode Pendidikan / Pengajaran Al-Qur’an dan HAdits
Metode Keteladanan.
حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ يُوسُفَ قَالَ أَخْبَرَنَا مَالِكٌ عَنْ عَامِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ الزُّبَيْرِ عَنْ عَمْرِو بْنِ سُلَيْمٍ الزُّرَقِيِّ عَنْ أَبِي قَتَادَةَ الْأَنْصَارِيِّ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يُصَلِّي وَهُوَ حَامِلٌ أُمَامَةَ بِنْتَ زَيْنَبَ بِنْتِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَلِأَبِي الْعَاصِ بْنِ رَبِيعَةَ بْنِ عَبْدِ شَمْسٍ فَإِذَا سَجَدَ وَضَعَهَا وَإِذَا قَامَ حَمَلَهَا.
“Hadist dari Abdullah ibn Yusuf, katanya Malik memberitakan pada
kami dari Amir ibn Abdullah ibn Zabair dari ‘Amar ibn Sulmi az-Zarâqi dari Abi
Qatadah al-Anshâri, bahwa Rasulullah saw. salat sambil membawa Umâmah binti
Zainab binti Rasulullah saw. dari (pernikahannya) dengan Abu al-Ash ibn Rabi’ah
ibn Abdu Syams. Bila sujud, beliau menaruhnya dan bila berdiri beliau
menggendongnya.” (al-Bukhari)
Menurut al-Asqalâni, ketika itu orang-orang Arab sangat membenci anak
perempuan. Rasulullah SAW. memberitahukan pada mereka tentang kemuliaan
kedudukan anak perempuan. Rasulullah SAW. memberitahukannya dengan tindakan,
yaitu dengan menggendong Umamah (cucu Rasulullah SAW.) di pundaknya ketika
sholat. Makna yang dapat dipahami bahwa perilaku tersebut dilakukan Rasulullah
SAW. untuk menentang kebiasaan orang Arab yang membenci anak perempuan.
Rasulullah SAW. menyelisihi kebiasaan mereka, bahkan dalam sholat sekalipun.
(Al-Asqalani, 1379H: 591-592).
Hamd, mengatakan bahwa pendidik itu besar di mata anak didiknya, apa yang
dilihat dari gurunya akan ditirunya, karena anak didik akan meniru dan
meneladani apa yang dilihat dari gurunya, maka wajiblah guru memberikan teladan
yang baik.
Memperhatikan kutipan di atas dapat dipahami bahwa keteladanan mempunyai arti
penting dalam mendidik, keteladanan menjadi titik sentral dalam mendidik, kalau
pendidiknya baik, ada kemungkinan anak didiknya juga baik, karena murid meniru
gurunya. Sebaliknya jika guru berperangai buruk, ada kemungkinan anak didiknya
juga berperangai buruk.
Rasulullah SAW. merepresentasikan dan mengekspresikan apa yang ingin diajarkan
melalui tindakannya dan kemudian menerjemahkan tindakannya ke dalam kata-kata.
Bagaimana memuja Allah swt., bagaimana bersikap sederhana, bagaimana duduk
dalam salat dan do’a, bagaimana makan, bagaimana tertawa, dan lain sebagainya,
menjadi acuan bagi para sahabat, sekaligus merupakan materi pendidikan yang
tidak langsung.
Mendidik dengan contoh (keteladanan) adalah satu metode pembelajaran yang
dianggap besar pengaruhnya. Segala yang dicontohkan oleh Rasulullah saw. dalam
kehidupannya, merupakan cerminan kandungan Alquran secara utuh, sebagaimana
firman Allah swt. berikut:
لقد كان لكم في رسول الله أسوة حسنة لمن كان يرجو الله واليوم الآخر وذكر الله كثيرا.
“ Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik
bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari
kiamat dan dia banyak menyebut Allah.” (QS. 33: 21).
Uswatun hasanah pada ayat di atas adalah perbuatan baik yang dapat dicontoh.
Dengan demikian, keteladanan menjadi penting dalam pendidikan, keteladanan akan
menjadi metode yang ampuh dalam membina perkembangan anak didik. Keteladanan
sempurna, adalah keteladanan Rasulullah SAW., yang dapat menjadi acuan bagi
pendidik sebagai teladan utama, sehingga diharapkan anak didik mempunyai figur
pendidik yang dapat dijadikan panutan.
Metode lemah lembut/kasih sayang.
حَدَّثَنَا أَبُو جَعْفَرٍ مُحَمَّدُ بْنُ الصَّبَّاحِ وَأَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ وَتَقَارَبَا فِي لَفْظِ الْحَدِيثِ قَالَ حَدَّثَنَا إِسْمَعِيلُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ عَنْ حَجَّاجٍ الصَّوَّافِ عَنْ يَحْيَى بْنِ أَبِي كَثِيرٍ عَنْ هِلَالِ بْنِ أَبِي مَيْمُونَةَ عَنْ عَطَاءِ بْنِ يَسَارٍ عَنْ مُعَاوِيَةَ بْنِ الْحَكَمِ السُّلَمِيِّ قَالَ بَيْنَا أَنَا أُصَلِّي مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذْ عَطَسَ رَجُلٌ مِنْ الْقَوْمِ فَقُلْتُ يَرْحَمُكَ اللَّهُ فَرَمَانِي الْقَوْمُ بِأَبْصَارِهِمْ فَقُلْتُ وَا ثُكْلَ أُمِّيَاهْ مَا شَأْنُكُمْ تَنْظُرُونَ إِلَيَّ فَجَعَلُوا يَضْرِبُونَ بِأَيْدِيهِمْ عَلَى أَفْخَاذِهِمْ فَلَمَّا رَأَيْتُهُمْ يُصَمِّتُونَنِي لَكِنِّي سَكَتُّ فَلَمَّا صَلَّى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَبِأَبِي هُوَ وَأُمِّي مَا رَأَيْتُ مُعَلِّمًا قَبْلَهُ وَلَا بَعْدَهُ أَحْسَنَ تَعْلِيمًا مِنْهُ فَوَاللَّهِ مَا كَهَرَنِي وَلَا ضَرَبَنِي وَلَا شَتَمَنِي قَالَ إِنَّ هَذِهِ الصَّلَاةَ لَا يَصْلُحُ فِيهَا شَيْءٌ مِنْ كَلَامِ النَّاسِ إِنَّمَا هُوَ التَّسْبِيحُ وَالتَّكْبِيرُ وَقِرَاءَةُ الْقُرْآنِ….
“ Hadis dari Abu Ja’far Muhammad ibn Shabah dan Abu Bakr ibn Abi Syaibah, hadis
Ismail ibn Ibrahim dari Hajjâj as-Shawwâf dari Yahya ibn Abi Kaşir dari
Hilâl ibn Abi Maimũnah dari ‘Atha’ ibn Yasâr dari Mu’awiyah ibn Hakam
as-Silmiy, Katanya: Ketika saya salat bersama Rasulullah saw., seorang dari
jama’ah bersin maka aku katakan yarhamukallâh. Orang-orang mencela saya dengan
pandangan mereka, saya berkata: Celaka, kenapa kalian memandangiku? Mereka
memukul paha dengan tangan mereka, ketika saya memandang mereka, mereka menyuruh
saya diam dan saya diam. Setelah Rasul saw. selesai salat (aku bersumpah) demi
Ayah dan Ibuku (sebagai tebusannya), saya tidak pernah melihat guru sebelumnya
dan sesudahnya yang lebih baik pengajarannya daripada beliau. Demi Allah beliau
tidak membentak, memukul dan mencela saya. Rasulullah saw. (hanya) bersabda:
Sesungguhnya salat ini tidak boleh di dalamnya sesuatu dari pembicaraan
manusia. Ia hanya tasbîh, takbîr dan membaca Alquran.” (HR. Muslim).
Hadis di atas tergolong syarîf marfũ’ dengan kualitas perawi yang sebagian
tergolong şiqah dan şiqah şubut. An-Nawâwi, dalam syarahnya mengatakan hadist
ini menunjukkan keagungan perangai Rasulullah SAW., dengan memiliki sikap lemah
lembut dan mengasihi orang yang bodoh (belum mengetahui tata cara salat). Ini
juga perintah agar pendidik berperilaku sebagaimana Rasulullah SAW. dalam
mendidik.(an-Nawawi, 1401H).
Metode deduktif.
حَدَََّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ بَشَّارٍ بُنْدَارٌ قَالَ حَدَّثَنَا يَحْيَى عَنْ عُبَيْدِ اللَّهِ قَالَ حَدَّثَنِي خُبَيْبُ بْنُ عَبْدِ الرَّحْمَنِ عَنْ حَفْصِ بْنِ عَاصِمٍ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ سَبْعَةٌ يُظِلُّهُمْ اللَّهُ فِي ظِلِّهِ يَوْمَ لَا ظِلَّ إِلَّا ظِلُّهُ الْإِمَامُ الْعَادِلُ وَشَابٌّ نَشَأَ فِي عِبَادَةِ رَبِّهِ وَرَجُلٌ قَلْبُهُ مُعَلَّقٌ فِي الْمَسَاجِدِ وَرَجُلَانِ تَحَابَّا فِي اللَّهِ اجْتَمَعَا عَلَيْهِ وَتَفَرَّقَا عَلَيْهِ وَرَجُلٌ طَلَبَتْهُ امْرَأَةٌ ذَاتُ مَنْصِبٍ وَجَمَالٍ فَقَالَ إِنِّي أَخَافُ اللَّهَ وَرَجُلٌ تَصَدَّقَ أَخْفَى حَتَّى لَا تَعْلَمَ شِمَالُهُ مَا تُنْفِقُ يَمِينُهُ وَرَجُلٌ ذَكَرَ اللَّهَ خَالِيًا فَفَاضَتْ عَيْنَاهُ.
“ Hadist Muhammad
ibn Basysyar ibn Dar, katanya hadis Yahya dari Abdullah katanya hadis dari
Khubâib ibn Abdurrahman dari Hafs ibn ‘Aśim dari Abu Hurairah r.a., Rasulullah
saw.bersabda: Tujuh orang yang akan dinaungi oleh Allah di naungan-Nya yang
tidak ada naungan kecuali naungan Allah; pemimpin yang adil, pemuda yang tumbuh
dalam keadaan taat kepada Allah; seorang yang hatinya terikat dengan mesjid,
dua orang yang saling mencintai karena Allah (mereka bertemu dan berpisah
karena Allah), seorang yang diajak oleh wanita terpandang dan cantik namun ia
berkata ’saya takut kepada Allah’, seorang yang menyembunyikan sadekahnya
sampai tangan kirinya tidak mengetahui apa yang diberikan oleh tangan kanannya
dan orang yang mengingat Allah dalam kesendirian hingga air matanya mengalir.”
(HR. Al-Bukhari).
Hadist di atas tergolong syarîf marfu’ dengan kualitas perawi yang sebagian
tergolong şiqah dan şiqah mutqin, sedangkan Abu Hurairah adalah sahabat
Rasulullah saw. Menurut Abi Jamrah, metode deduktif (memberitahukan secara
global) suatu materi pelajaran, akan memunculkan keingintahuan pelajar tentang
isi materi pelajaran, sehingga lebih mengena di hati dan memberi manfaat yang
lebih besar. (an-Andalusi ).
Metode perumpamaan
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ الْمُثَنَّى وَاللَّفْظُ لَهُ أَخْبَرَنَا عَبْدُ الْوَهَّابِ يَعْنِي الثَّقَفِيَّ حَدَّثَنَا عُبَيْدُ اللَّهِ عَنْ نَافِعٍ عَنْ ابْنِ عُمَرَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَثَلُ الْمُنَافِقِ كَمَثَلِ الشَّاةِ الْعَائِرَةِ بَيْنَ الْغَنَمَيْنِ تَعِيرُ إِلَى هَذِهِ مَرَّةً وَإِلَى هَذِهِ مَرَّةً
“Hadis dari Muhammad ibn Mutsanna dan lafaz darinya, hadis dari Abdul Wahhâb
yakni as- Śaqafi, hadis Abdullah dari Nâfi’ dari ibn Umar, Nabi saw. bersabda:
Perumpamaan orang munafik dalam keraguan mereka adalah seperti kambing yang kebingungan di
tengah kambing-kambing yang lain. Ia bolak balik ke sana ke sini.” (HR. Muslim)
Perumpamaan dilakukan oleh Rasul SAW. sebagai satu metode pembelajaran untuk
memberikan pemahaman kepada sahabat, sehingga materi pelajaran dapat dicerna dengan
baik. Matode ini dilakukan dengan cara menyerupakan sesuatu dengan sesuatu yang
lain, mendekatkan sesuatu yang abstrak dengan yang lebih konkrit. Perumpamaan
yang digunakan oleh Rasulullah SAW. sebagai satu metode pembelajaran selalu
syarat dengan makna, sehinga benar-benar dapat membawa sesuatu yang abstrak
kepada yang konkrit atau menjadikan sesuatu yang masih samar dalam makna
menjadi sesuatu yang sangat jelas.
Metode kiasan.
حَدَّثَنَا يَحْيَى قَالَ حَدَّثَنَا ابْنُ عُيَيْنَةَ عَنْ مَنْصُورِ بْنِ صَفِيَّةَ عَنْ أُمِّهِ عَنْ عَائِشَةَ أَنَّ امْرَأَةً سَأَلَتْ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ غُسْلِهَا مِنْ الْمَحِيضِ فَأَمَرَهَا كَيْفَ تَغْتَسِلُ قَالَ خُذِي فِرْصَةً مِنْ مَسْكٍ فَتَطَهَّرِي بِهَا قَالَتْ كَيْفَ أَتَطَهَّرُ قَالَ تَطَهَّرِي بِهَا قَالَتْ كَيْفَ قَالَ سُبْحَانَ اللَّهِ تَطَهَّرِي فَاجْتَبَذْتُهَا إِلَيَّ فَقُلْتُ تَتَبَّعِي بِهَا أَثَرَ الدَّمِ….
“Hadis Yahya, katanya hadis ‘Uyainah dari Mansyur ibn Shafiyyah dari Ibunya
dari Aisyah, seorang wanita bertanya pada Nabi saw. tentang bersuci dari haid.
Aisyah menyebutkan bahwa Rasul saw. mengajarkannya bagaimana cara mandi.
Kemudian kamu mengambil secarik kain dan memberinya minyak wangi dan bersuci
dengannya. Ia bertanya, bagaimana aku bersuci dengannya? Sabda Rasul saw. Kamu
bersuci dengannya. Subhânallah, beliau menutup wajahnya. Aisyah mengatakan
telusurilah bekas darah (haid) dengan kain itu.” (HR. al-Bukhari)
Hadist di atas tergolong syarîf marfu’ dengan kualitas perawi yang sebagian
tergolong şiqah dan şiqah hâfiz, sedangkan Aisyah adalah istri Rasulullah saw.
Ibn Hajar, memberi komentar terhadap hadis ini dengan mengatakan ini adalah
dalil tentang disunnahkannya menggunkan kiasan/sindiran pada hal-hal yang
berkenaan dengan aurat dan bimbingan untuk masalah-masalah yang dianggap aib.
(al-Asqalani).
Muhammad bin Ibrahim al-Hamd, mengatakan cara mempergunakan kiasan dalam
pembelajaran, yaitu:
1)Rayuan dalam nasehat, seperti memuji kebaikan anak didik, dengan tujuan agar
lebih meningkatkan kualitas akhlaknya, dengan mengabaikan membicarakan
keburukannya.
2)Menyebutkan tokoh-tokoh agung umat Islam masa lalu, sehingga membangkitkan
semangat mereka untuk mengikuti jejak mereka.
3)Membangkitkan semangat dan kehormatan anak didik.
4)Sengaja menyampaikan nasehat di tengah anak didik.
5)Menyampaikan nasehat secara tidak langsung/ melalui kiasan.
6)Memuji di hadapan orang yang berbuat kesalahan, orang yang mengatakan sesuatu
yang berbeda dengan perbuatannya. Merupakan cara mendorong seseorang untuk
berbuat kebajikan dan meninggalkan keburukan.
Metode memberi kemudahan.
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ بَشَّارٍ قَالَ حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ سَعِيدٍ قَالَ حَدَّثَنَا شُعْبَةُ قَالَ حَدَّثَنِي أَبُو التَّيَّاحِ عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ يَسِّرُوا وَلا تُعَسِّرُوا وَبَشِّرُوا وَلا تُنَفِّرُوا وكان يحب التخفيف والتسري على الناس.
“Hadis Muhammad ibn Basysyar katanya hadis Yahya ibn Sâ’id katanya hadis
Syu’bah katanya hadis Abu Tayyâh dari Anas ibn Malik dari Nabi saw. Rasulullah
saw. bersabda:
Mudahkanlah dan jangan mempersulit. Rasulullah saw. suka memberikan keringanan
kepada manusia.”(HR. Al-Bukhari)
Hadist di atas tergolong syarîf marfu’ dengan kualitas perawi yang sebagian
tergolong şiqah dan şiqah hâfiz, Anas adalah sahabat Rasul saw. Ibnu Hajar
al-Asqalâni mengomentari hadis tersebut dengan mengatakan pentingnya memberikan
kemudahan bagi pelajar yang memiliki kesungguhan dalam belajar, (al-Asqalani)
dalam arti mengajarkan ilmu pengetahuan harus mempertimbangkan kemampuan si pelajar.
Metode perbandingan.
حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ إِدْرِيسَ ح و حَدَّثَنَا ابْنُ نُمَيْرٍ حَدَّثَنَا أَبِي وَمُحَمَّدُ بْنُ بِشْرٍ ح و حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ يَحْيَى أَخْبَرَنَا مُوسَى بْنُ أَعْيَنَ ح و حَدَّثَنِي مُحَمَّدُ بْنُ رَافِعٍ حَدَّثَنَا أَبُو أُسَامَةَ كُلُّهُمْ عَنْ إِسْمَعِيلَ بْنِ أَبِي خَالِدٍ ح و حَدَّثَنِي مُحَمَّدُ بْنُ حَاتِمٍ وَاللَّفْظُ لَهُ حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ سَعِيدٍ حَدَّثَنَا إِسْمَعِيلُ حَدَّثَنَا قَيْسٌ قَالَ سَمِعْتُ مُسْتَوْرِدًا أَخَا بَنِي فِهْرٍ يَقُولُا قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَاللَّهِ مَا الدُّنْيَا فِي الْآخِرَةِ إِلَّا مِثْلُ مَا يَجْعَلُ أَحَدُكُمْ إِصْبَعَهُ هَذِهِ وَأَشَارَ يَحْيَى بِالسَّبَّابَةِ فِي الْيَمِّ فَلْيَنْظُرْ بِمَ تَرْجِعُ وَفِي حَدِيثِهِمْ جَمِيعًا غَيْرَ يَحْيَى سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ ذَلِكَ وَفِي حَدِيثِ أَبِي أُسَامَةَ عَنْ الْمُسْتَوْرِدِ بْنِ شَدَّادٍ أَخِي بَنِي فِهْرٍ وَفِي حَدِيثِهِ أَيْضًا قَالَ وَأَشَارَ إِسْمَعِيلُ بِالْإِبْهَامِ.
“Hadis Abu Bakr ibn Abi Syaibah, hadis Abdullah ibn Idris, Hadis ibn Numair,
hadis Abi Muhammad ibn Bisyr, hadis Yahya ibn Yahya, khabar dari Musa ibn
A’yân, hadis Muhammad ibn Rafi’, hadis Abu Usamah dari Ismail ibn Abi Khalid,
hadis Muhammad
ibn Hatim dan lafaz darinya, hadis Yahya ibn Sa’id, hadis Ismâil, hadis Qâis
katanya aku mendengar Mustaurid saudara dari bani Fihrin katanya, Rasul saw.
bersabda: Demi Allah tidaklah dunia dibandingkan dengan akhirat kecuali seperti
seorang yang menaruh jarinya ini, beliau menunjuk kepada telunjuknya di laut,
kemudian perhatikan apa yang tersisa di telunjuknya.” (HR. Muslim)
Makna hadist di atas yaitu pentingnya metode perbandingan dalam pendidikan,
sehingga potensi jasmaniah dan rohaniah si pembelajar dapat memahami hal-hal
yang memiliki perbedaan antara suatu permasalahan dengan lainnya.
Hadis-hadis Tentang Metode Pendidikan / Pengajaran Al-Qur’an dan Hadist
Metode tanya jawab
حَدَّثَنَا قُتَيْبَةُ بْنُ سَعِيدٍ حَدَّثَنَا لَيْثٌ ح وَقَالَ قُتَيْبَةُ حَدَّثَنَا بَكْرٌ يَعْنِي ابْنَ مُضَرَ كِلَاهُمَا عَنْ ابْنِ الْهَادِ عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ إِبْرَاهِيمَ عَنْ أَبِي سَلَمَةَ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ وَفِي حَدِيثِ بَكْرٍ أَنَّهُ سَمِعَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ أَرَأَيْتُمْ لَوْ أَنَّ نَهْرًا بِبَابِ أَحَدِكُمْ يَغْتَسِلُ مِنْهُ كُلَّ يَوْمٍ خَمْسَ مَرَّاتٍ هَلْ يَبْقَى مِنْ دَرَنِهِ شَيْءٌ قَالُوا لَا يَبْقَى مِنْ دَرَنِهِ شَيْءٌ قَالَ فَذَلِكَ مَثَلُ الصَّلَوَاتِ الْخَمْسِ يَمْحُو اللَّهُ بِهِنَّ الْخَطَايَا.
“Hadis Qutaibah ibn Sa’id, hadis Lâis kata Qutaibah hadis Bakr yaitu ibn Mudhar
dari ibn Hâd dari Muhammad ibn Ibrahim dari Abi Salmah ibn Abdurrahmân dari Abu
Hurairah r.a. Rasulullah saw. bersabda; Bagaimana pendapat kalian
seandainya ada sungai di depan pintu salah seorang di antara kalian. Ia mandi
di sana lima kali sehari. Bagaimana pendapat kalian? Apakah masih akan tersisa
kotorannya? Mereka menjawab, tidak akan tersisa kotorannya sedikitpun. Beliau
bersabda; Begitulah perumpamaan salat lima waktu, dengannya Allah menghapus
dosa-dosa.” (HR. Muslim)
Metode tanya jawab, apakah pembicaraan antara dua orang atau lebih, dalam
pembicaraan tersebut mempunyai tujuan dan topik tertentu. Metode dialog
berusaha menghubungkan pemikiran seseorang dengan orang lain, serta mempunyai
manfaat bagi pelaku dan pendengarnya.(an-Nahlawi, 1996: 205). Uraian tersebut
memberi makna bahwa dialog dilakukan oleh seseorang dengan orang lain, baik
mendengar langsung atau melalui bacaan. Nahlawi, mengatakan pembaca dialog akan
mendapat keuntungan berdasarkan karakteristik dialog, yaitu topik dialog
disajikan dengan pola dinamis sehingga materi tidak membosankan, pembaca
tertuntun untuk mengikuti dialog hingga selesai. Melalui dialog, perasaan dan
emosi akan terbangkitkan, topik pembicaraan disajikan bersifat realistik dan
manusiawi.
Metode Pengulangan.
حَدَّثَنَا مُسَدَّدُ بْنُ مُسَرْهَدٍ حَدَّثَنَا يَحْيَى عَنْ بَهْزِ بْنِ حَكِيمٍ قَالَ حَدَّثَنِي أَبِي عَنْ أَبِيهِ قَالَ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ وَيْلٌ لِلَّذِي يُحَدِّثُ فَيَكْذِبُ لِيُضْحِكَ بِهِ الْقَوْمَ وَيْلٌ لَهُ وَيْلٌ لَهُ.
“Hadis Musaddad ibn Musarhad hadis Yahya dari Bahzâ ibn Hâkim, katanya hadis
dari ayahnya katanya
ia mendengar Rasulullah saw bersabda: Celakalah bagi orang yang berbicara dan
berdusta agar orang-orang tertawa. Kecelakaan baginya, kecelakaan baginya.”
(As-Sijistani).
Satu proses yang penting dalam pembelajaran adalah pengulangan/latihan atau
praktek yang diulang-ulang. Baik latihan mental dimana seseorang membayangkan
dirinya melakukan perbuatan tertentu maupun latihan motorik yaitu melakukan
perbuatan secara nyata merupakan alat-alat bantu ingatan yang penting. Latihan
mental, mengaktifkan orang yang belajar untuk membayangkan kejadian-kejadian
yang sudah tidak ada untuk berikutnya bayangan-bayangan ini membimbing latihan
motorik. Proses pengulangan juga dipengaruhi oleh taraf perkembangan seseorang.
Kemampuan melukiskan tingkah laku dan kecakapan membuat model menjadi kode
verbal atau kode visual mempermudah pengulangan. Metode pengulangan dilakukan
Rasulullah saw. ketika menjelaskan sesuatu yang penting untuk diingat para
sahabat.
Metode demonstrasi
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ الْمُثَنَّى قَالَ حَدَّثَنَا عَبْدُ الْوَهَّابِ قَالَ حَدَّثَنَا أَيُّوبُ عَنْ أَبِي قِلَابَةَ قَالَ حَدَّثَنَا مَالِكٌ أَتَيْنَا إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَنَحْنُ شَبَبَةٌ مُتَقَارِبُونَ فَأَقَمْنَا عِنْدَهُ عِشْرِينَ يَوْمًا وَلَيْلَةً وَكَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَحِيمًا رَفِيقًا فَلَمَّا ظَنَّ أَنَّا قَدْ اشْتَهَيْنَا أَهْلَنَا أَوْ قَدْ اشْتَقْنَا سَأَلَنَا عَمَّنْ تَرَكْنَا بَعْدَنَا فَأَخْبَرْنَاهُ قَالَ ارْجِعُوا إِلَى أَهْلِيكُمْ فَأَقِيمُوا فِيهِمْ وَعَلِّمُوهُمْ وَمُرُوهُمْ وَذَكَرَ أَشْيَاءَ أَحْفَظُهَا أَوْ لا أَحْفَظُهَا وَصَلُّوا كَمَا رَأَيْتُمُونِي أُصَلِّي.
“Hadist dari Muhammad ibn Muşanna, katanya hadis dari Abdul Wahhâb katanya
Ayyũb dari Abi Qilâbah katanya hadis dari Mâlik. Kami mendatangi Rasulullah saw. dan kami pemuda
yang sebaya. Kami tinggal bersama beliau selama (dua puluh malam) 20 malam.
Rasulullah saw adalah seorang yang penyayang dan memiliki sifat lembut. Ketika
beliau menduga kami ingin pulang dan rindu pada keluarga, beliau menanyakan
tentang orang-orang yang kami tinggalkan dan kami memberitahukannya. Beliau
bersabda; kembalilah bersama keluargamu dan tinggallah bersama mereka, ajarilah
mereka dan suruhlah mereka. Beliau menyebutkan hal-hal yang saya hapal dan yang
saya tidak hapal. Dan salatlah sebagaimana kalian melihat aku salat.” (HR.
al-Bukhari)
Hadist di atas tergolong syarîf marfu’ dengan kualitas perawi yang sebagian
tergolong şiqah dan şiqah kaşir, şiqah şubut. Hadis ini sangat jelas
menunjukkan tata cara salat Rasulullah saw. kepada sahabat, sehingga para
sahabat dipesankan oleh Rasulullah saw. agar salat seperti yang dicontohkan
olehnya.
Metode demonstrasi dimaksudkan sebagai suatu kegiatan memperlihatkan suatu
gerakan atau proses kerja sesuatu. Pekerjaannya dapat saja dilakukan oleh
pendidik atau orang lain yang diminta mempraktekkan sesuatu pekerjaan. Metode
demonstrasi dilakukan bertujuan agar pesan yang disampaikan dapat dikerjakan
dengan baik dan benar.
Metode eksperimen
حَدَّثَنَا آدَمُ قَالَ حَدَّثَنَا شُعْبَةُ حَدَّثَنَا الْحَكَمُ عَنْ ذَرٍّ عَنْ سَعِيدِ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ أَبْزَى عَنْ أَبِيهِ قَالَ جَاءَ رَجُلٌ إِلَى عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ فَقَالَ إِنِّي أَجْنَبْتُ فَلَمْ أُصِبْ الْمَاءَ فَقَالَ عَمَّارُ بْنُ يَاسِرٍ لِعُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ أَمَا تَذْكُرُ أَنَّا كُنَّا فِي سَفَرٍ أَنَا وَأَنْتَ فَأَمَّا أَنْتَ فَلَمْ تُصَلِّ وَأَمَّا أَنَا فَتَمَعَّكْتُ فَصَلَّيْتُ فَذَكَرْتُ لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّمَا كَانَ يَكْفِيكَ هَكَذَا فَضَرَبَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِكَفَّيْهِ الْأَرْضَ وَنَفَخَ فِيهِمَا ثُمَّ مَسَحَ بِهِمَا وَجْهَهُ ….
“ Hadist Adam, katanya hadis Syu’bah ibn Abdurrahmân ibn Abzâ dari ayahnya,
katanya seorang laki-laki datang kepada Umar ibn Khattâb, maka katanya saya
sedang janabat dan tidak menemukan air, kata Ammar ibn Yasir kepada Umar ibn
Khattâb, tidakkah anda ingat ketika saya dan anda dalam sebuah perjalanan,
ketika itu anda belum salat, sedangkan saya berguling-guling di tanah, kemudian
saya salat. Saya menceritakannya kepada Rasul saw. kemudian Rasulullah saw.
bersabda: ”Sebenarnya anda cukup begini”. Rasul memukulkan kedua telapak
tangannya ke tanah dan meniupnya kemudian mengusapkan keduanya pada wajah”.(HR.
al-Bukhari)
Menurut al-Asqalani, hadis ini mengajarkan sahabat tentang tata cara tayammum
dengan perbuatan. (Al-Asqalani) Sahabat Rasulullah SAW. melakukan upaya
pensucian diri dengan berguling di tanah ketika mereka tidak menemukan air
untuk mandi janabat. Pada akhirnya Rasulullah saw. memperbaiki ekperimen mereka
dengan mencontohkan tata cara bersuci menggunakan debu.
Metode pemecahan masalah.
حَدَّثَنَا قُتَيْبَةُ بْنُ سَعِيدٍ حَدَّثَنَا إِسْمَاعِيلُ بْنُ جَعْفَرٍ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ دِينَارٍ عَنْ ابْنِ عُمَرَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ مِنْ الشَّجَرِ شَجَرَةً لَا يَسْقُطُ وَرَقُهَا وَإِنَّهَا مَثَلُ الْمُسْلِمِ فَحَدِّثُونِي مَا هِيَ فَوَقَعَ النَّاسُ فِي شَجَرِ الْبَوَادِي قَالَ عَبْدُ اللَّهِ وَوَقَعَ فِي نَفْسِي أَنَّهَا النَّخْلَةُ فَاسْتَحْيَيْتُ ثُمَّ قَالُوا حَدِّثْنَا مَا هِيَ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ هِيَ النَّخْلَةُ.
Hadist Quthaibah ibn Sâ’id, hadis Ismâil ibn Ja’far dari Abdullah ibn Dinar
dari Umar, sabda Rasulullah saw. Sesungguhnya di antara pepohonan itu ada
sebuah pohon yang
tidak akan gugur daunnya dan pohon dapat diumpamakan sebagai seorang muslim,
karena keseluruhan dari pohon itu dapat dimanfaatkan oleh manusia. Cobalah
kalian beritahukan kepadaku, pohon apakah itu? Orang-orang mengatakan pohon
Bawâdi. Abdullah berkata; Dalam hati saya ia adalah pohon kurma, tapi saya malu
(mengungkapkannya). Para sahabat berkata; beritahukan kami wahai Rasulullah!
Sabda Rasul saw; itulah pohon kurma.(al-Bukhari, I: 34).
Al-Asqalâni, menyebutkan dengan metode perumpamaan tersebut dapat menambah
pemahaman, menggambarkannya agar melekat dalam ingatan serta mengasah pemikiran
untuk memandang permasalahan yang terjadi. (al-Asqalani, I: 147). Metode tanya
jawab berusaha menghubungkan pemikiran seseorang dengan orang lain, serta
mempunyai manfaat bagi pelaku dan pendengarnya, melalui dialog, perasaan dan
emosi pembaca akan terbangkitkan, jika topik pembicaraan disajikan bersifat
realistik dan manusiawi.
Metode diskusi
حَدَّثَنَا قُتَيْبَةُ بْنُ سَعِيدٍ وَعَلِيُّ بْنُ حُجْرٍ قَالَا حَدَّثَنَا إِسْمَعِيلُ وَهُوَ ابْنُ جَعْفَرٍ عَنْ الْعَلَاءِ عَنْ أَبِيهِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ أَتَدْرُونَ مَا الْمُفْلِسُ قَالُوا الْمُفْلِسُ فِينَا مَنْ لَا دِرْهَمَ لَهُ وَلَا مَتَاعَ فَقَالَ إِنَّ الْمُفْلِسَ مِنْ أُمَّتِي يَأْتِي يَوْمَ الْقِيَامَةِ بِصَلَاةٍ وَصِيَامٍ وَزَكَاةٍ وَيَأْتِي قَدْ شَتَمَ هَذَا وَقَذَفَ هَذَا وَأَكَلَ مَالَ هَذَا وَسَفَكَ دَمَ هَذَا وَضَرَبَ هَذَا فَيُعْطَى هَذَا مِنْ حَسَنَاتِهِ وَهَذَا مِنْ حَسَنَاتِهِ فَإِنْ فَنِيَتْ حَسَنَاتُهُ قَبْلَ أَنْ يُقْضَى مَا عَلَيْهِ أُخِذَ مِنْ خَطَايَاهُمْ فَطُرِحَتْ عَلَيْهِ ثُمَّ طُرِحَ فِي النَّارِ.
“Hadist Qutaibah ibn Sâ’id dan Ali ibn Hujr, katanya hadis Ismail dan dia ibn
Ja’far dari ‘Alâ’ dari ayahnya dari Abu Hurairah ra. bahwasnya Rasulullah saw.
bersabda: Tahukah kalian siapa orang yang muflis (bangkrut)?, jawab mereka;
orang yang tidak memiliki dirham dan harta. Rasul bersabda; Sesungguhnya orang
yang muflis dari ummatku adalah orang yang datang pada hari kiamat dengan
(pahala) salat, puasa dan zakat,. Dia datang tapi telah mencaci ini, menuduh
ini, memakan harta orang ini, menumpahkan darah (membunuh) ini dan memukul
orang ini. Maka orang itu diberi pahala miliknya. Jika kebaikannya telah habis
sebelum ia bisa menebus kesalahannya, maka dosa-dosa mereka diambil dan
dicampakkan kepadanya, kemudian ia dicampakkan ke neraka.”(HR. Muslim)
Penjelasan hadis di atas yaitu Rasulullah saw. memulai pembelajaran dengan
bertanya dan jawaban sahabat ternyata salah, maka Rasulullah saw. menjelaskan
bahwa bangkrut dimaksud bukanlah menurut bahasa. Tetapi bangkrut yang
dimaksudkan adalah peristiwa di akhirat tentang pertukaran amal kebaikan dengan
kesalahan.
Metode pujian/memberi kegembiraan.
حَدَّثَنَا عَبْدُ الْعَزِيزِ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ حَدَّثَنِي سُلَيْمَانُ عَنْ عَمْرِو بْنِ أَبِي عَمْرٍو عَنْ سَعِيدِ بْنِ أَبِي سَعِيدٍ الْمَقْبُرِيِّ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّهُ قَالَ قِيلَ يَا رَسُولَ اللَّهِ مَنْ أَسْعَدُ النَّاسِ بِشَفَاعَتِكَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَقَدْ ظَنَنْتُ يَا أَبَا هُرَيْرَةَ أَنْ لَا يَسْأَلُنِي عَنْ هَذَا الْحَدِيثِ أَحَدٌ أَوَّلُ مِنْكَ لِمَا رَأَيْتُ مِنْ حِرْصِكَ عَلَى الْحَدِيثِ أَسْعَدُ النَّاسِ بِشَفَاعَتِي يَوْمَ الْقِيَامَةِ مَنْ قَالَ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ خَالِصًا مِنْ قَلْبِهِ أَوْ نَفْسِهِ.
"Hadist Abdul Aziz ibn Abdillah katanya menyampaikan padaku Sulaiman dari
Umar ibn Abi Umar dari Sâ’id ibn Abi Sa’id al-Makbârî dari Abu Hurairah, ia
berkata: Ya Rasulullah, siapakah yang paling bahagia mendapat syafa’atmu pada hari
kiamat?, Rasulullah saw bersabda: Saya sudah menyangka, wahai Abu Hurairah,
bahwa tidak ada yang bertanya tentang hadis ini seorangpun yang mendahului mu,
karena saya melihat semangatmu untuk hadis. Orang yang paling bahagia dengan
syafaatku ada hari Kiamat adalah orang yang mengucapkan ”Lâilaha illa Allah”
dengan ikhlas dari hatinya atau dari dirinya.”(HR. Al-Bukhari)
Hadist ini menjadi dalil bahwa sunnah hukumnya memberikan kegembiraan kepada
anak didik sebelum pembelajaran dimulai. Sebagaimana Rasulullah saw.
mendahulukan sabdanya; ’saya telah menyangka’, selain itu ‘karena saya telah
melihat semangatmu untuk hadis’. Oleh sebab itu perlu memberikan suasana
kegembiraan dalam pembelajaran.
Metode pemberian hukuman.
حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ صَالِحٍ حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ وَهْبٍ أَخْبَرَنِي عَمْرٌو عَنْ بَكْرِ بْنِ سَوَادَةَ الْجُذَامِيِّ عَنْ صَالِحِ بْنِ خَيْوَانَ عَنْ أَبِي سَهْلَةَ السَّائِبِ بْنِ خَلَّادٍ قَالَ أَحْمَدُ مِنْ أَصْحَابِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّ رَجُلًا أَمَّ قَوْمًا فَبَصَقَ فِي الْقِبْلَةِ وَرَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَنْظُرُ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حِينَ فَرَغَ لَا يُصَلِّي لَكُمْ….
“Hadist Ahmad ibn Shalih, hadis Abdullah ibn Wahhab, Umar memberitakan padaku dari
Bakr ibn Suadah al-Juzâmi dari Shâlih ibn Khaiwân dari Abi Sahlah as-Sâ’ib ibn
Khallâd, kata Ahmad dari kalangan sahabat Nabi saw. bahwa ada seorang yang
menjadi imam salat bagi sekelompok orang, kemudian dia meludah ke arah kiblat
dan Rasulullah saw. melihat, setelah selesai salat Rasulullah saw. bersabda
”jangan lagi dia menjadi imam salat bagi kalian” (HR. Sijistani).
Hadis di atas tergolong syarîf marfū’ dengan kualitas perawi yang sebagian
tergolong şiqah hâfiz, şiqah dan şiqah azaly. memberikan hukuman (marah) karena
orang tersebut tidak layak menjadi imam. Seakan-akan larangan tersebut
disampaikan beliau tampa kehadiran imam yang meludah ke arah kiblat ketika
salat.. Dengan demikian Rasulullah SAW. memberi hukuman mental kepada seseorang
yang berbuat tidak santun dalam beribadah dan dalam lingkungan sosial.
Metode pendidikan adalah cara yang dipergunakan pendidik dalam menyampaikan
bahan pelajaran kepada peserta didik, sehingga dengan metode yang tepat dan
sesuai, bahan pelajaran dapat dikuasai dengan baik oleh peserta didik. Beberapa
metode pendidikan yang dikemukakan dalam makalah ini terdiri dari metode
keteladanan, metode lemah lembut/kasih sayang, metode deduktif, metode
perumpamaan, metode kiasan, metode memberi kemudahan, metode perbandingan,
metode tanya jawab, metode pengulangan, metode demonstrasi, metode eksperimen,
metode pemecahan masalah, metode diskusi, metode pujian/memberi kegembiraan,
metode pemberian hukuman dapat dilaksanakan pendidik dalam penanaman
nilai-nilai pada ranah afektif dan pengembangan pola pikir pada ranah kognitif
serta latihan berperilaku terpuji pada ranah psikomotorik.
DAFTAR PUSTAKA
Andalūsi, Imâm Ibn Abi Jamrah. Bahjât an-Nufūs wa Tahallihâ Bima’rifati mâ Lahâ
wa mâ Alaihi (Syârah Mukhtasar Shahih al-Bukhâri) Jam’u an Nihâyah fi bad’i
al-Khairi wa an-Nihâyah. Beirut: Dârul Jiil, 1979.
Anwar, Qomari. Pendidikan Sebagai Karakter Budaya Bangsa. Jakarta: UHAMKA
Press, 2003.
Arifin, M. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara, 1996.
Asqalâni, Ahmad ibn Ali ibn Hajar Abu al-Fâdhil. Fâthul Bâri Syarah Shahih
al-Bukhâri. Beirut: Dâr al-Ma’rifah, 1379 H.
Bukhâri, Abu Abdullah bin Muhammad Ismâil. Al-Jâmi’ al-Shahĩh al-Mukhtasar, Juz
1. Beirut: Dâr Ibnu Kaşir al-Yamâmah, 198.
Grendler, Bell E. Margaret. Belajar dan Membelajarkan, terj. Munandir. Jakarta:
Rajawali, 1991.
Hamd, Ibrahim, Muhammad. Maal Muallimîn, terj. Ahmad Syaikhu. Jakarta: Dârul
Haq, 2002.
Lathîb, Muhammad Syamsy al-Hâq al-’Azhîm ‘Abadi. ‘Aunu al-Ma’būd Syarh Sunan
Abi Dâud. Beirut: Dâr al-Kutub al-’Ilmiyah, cet 1, 1401 H.
Munawwir, Warson Ahmad. Al-Munawwir Kamus Arab Indonesia. Surabaya: Pustaka
Progressif, 1997.
Nahlawi, Abdurrahman. Ushulut Tarbiyyah Islamiyyah Wa Asâlibiha fî Baiti wal
Madrasati wal Mujtama’ terj. Shihabuddin. Jakarta: Gema Insani Press:1996.
Naisabūri, Abu al-Husain Muslim ibn al-Hajjaj al-Qusyairi. Shahih Muslim, Juz
1. Saudi Arabia : Idâratul Buhūş Ilmiah wa Ifta’ wa ad-Dakwah wa al-Irsyâd, 1400
H.
Nata, Abudin. Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 2001.
Nawâwi, Abu Zakaria Yahya ibn Syaraf ibn Maria. Syarah an-Nawāwi ‘ala Shahih
Muslim. Beirut: Dâr al-Fikri, 1401 H.
Di susu oleh : Eko saputro
Editor : Aji haryoko